SELAMAT DATANG PARA SUPORTER PSMS MEDAN

SELAMAT DATANG PARA SUPORTER PSMS MEDAN

ANDA HORMAT KAMI SEGAN ,JIKA ANDA KURANG AJAR KAMI RIBAK SUDE ANDA!!!!!

PSMS MEDAN NEVER DIE!!!!
Powered By Blogger

Entri Populer

Sabtu, 17 Juli 2010

EFek stadion teladan

EFEK STADION TELADAN

Efek Stadion Teladan

Mengingat historis puluhan tahun silam, PSMS Medan berjaya. Meskipun turun kelas, Ayam Kinantan tetap menawan dan mempesona. Tingkat Nasional, tim kebanggaan kota Medan ini sudah menyandang enam kali gelar juara – semenjak kompetisi resmi PSSI tahun 1951. Bahkan berhasil pula mengambil gelar juara berturut-turut di tahun 1967, 1969 dan 1971. Tak cukup sebagai jawara di tanah air, juga mengukir prestasi di tingkat Asia.

The Killer – julukan lain dari PSMS Medan, mencatat sebanyak lima kali mengikuti kejuaraan di luar negeri. Dalam Turnamen bertajuk Aga Khan Gold tahun 1967 di Dakka Pakistan Timur (Bangladesh, Red), PSMS keluar sebagai juara. Dua gol dari Tumsila menumbangkan klub tuan rumah Mohamaden dengan skor 2-1. Berlanjut di tahun 1977, dalam gelaran Quenn Cup di Bangkok. Sayangnya, anak-anak Medan ini gagal menempuh babak semifinal. Terakhir, PSMS Medan mencatatkan sebagai tim pertama dari Indonesia yang lolos sampai babak 16 besar, di AFC Cup 2009 lalu.Sebuah prestasi yang membanggakan tentunya. Itulah sederetan fakta. Kebenaran dan kebanggaan yang pelan-pelan luntur, akibat menurunnya prestasi.

Prestasi PSMS Medan dimana sebuah zaman, saat Stadion Teladan berdiri megah. Stadion yang layak untuk ditandangi klub – klub dari Asia, seperti Korea, Jepang, Vietnam, Singapura dan Burma. Stadion Teladan yang melahirkan sejarah hingga cerita menarik lainnya. Perseteruan dan perselihan tumbuh di kalangan pemain. Misalnya protes kapten klub Vietst, Nguyen Van Mon. Terkait keputusan wasit Takayama dari Jepang, atas hakim garis Polinandu yang tidak melihat offside pemain PSMS. Ada juga juga perseteruan pemain Korea Selatan dengan anak-anak bola Vietnam Selatan. Belum lagi kericuhan antara Tumsila (PSMS) dan Jacob Sihasale plus Didiek dari Persebaya.
Setelah dibangun menyambut even Nasional PON III 1953 di Sumatera Utara, Stadion Teladan saat itu sangat representative. Tak hanya dari deretan Asia, klub dari Australia dan Belanda hingga Lokomotiv Rusia sekalipun pernah menginjakan kakinya.

Termasuk tim selevel Seri A Liga Italia, Samdoria di tahun 1996, saat melawan tim nasional Indonesia. Tingginya arus kompetisi di Stadion Teladan membuahkan pemain bintang.
Kota Medan menjadi salah satu barometer sepakbola di Indonesia. Tercatat dalam sejarah nama-nama seperti Ramlan Yatim, Manan Laly, Ramli Yatim, Buyung Bahrum, Rasyid, Anwar Daulay, Idris, Jusuf Siregar, Syamsudin, Ahmad Kadir dan Cornel Siahan (PSMS tahun 1950-an). Menyusul terdapat Yuswardi, Muslim, Rudy Siregar, Jamaluddin, Zulham Yahya, Sunarto, Edy Suwardi, Abdul Rahim, Zulkarnaen, Ipong Silalahi dan Nawir Siregar di tahun 1960-an. Berlanjut ke tahun 1987, zamannya Sunardi B dan juga Nobon, Ponirin hingga pemain Parlin Siagian.

Kini waktu terus berjalan. Banyak harapan besar yang diwariskan untuk melanjutkan tradisi hebat tersebut. Sayangnya, harapan itu gagal total. Kota Medan seperti bermimpi dalam kondisi yang tidak tertidur. Berharap berprestasi namun tidak bekerja. Apalagi pasca Badan Liga Indonesia (BLI) memperlakukan proses verifikasi soal infrakstrur Stadion (2008/2009) lalu. Sepakbola Medan mati suri. Beberapa fasilitas penunjang seperti ruang ganti, lampu, rumput tidak sesuai dengan manual untuk menggelar Indonesia Super League (ISL). Stadion Teladan menjadi saksi mati prestasi PSMS.

Kota Medan tidak lagi menjanjikan bagi pemain bola. Banyak pemain memilih berkarir di luar Medan. Satu bukti nyata, adalah pemain yang membawa PSMS ke final 2008 lalu pun ikut kabur. Tanpa magnet besar, Saktiawan Sinaga, Mahyadi Panggabean, Markus Ririhina dan Legimin Rahardjo ada generasi terakhir emas tim berlogo Tembakau ini. Bagaimana untuk kelanjutannya? Siapapun akan kesulitan untuk menjawabnya. Sekalipun anda dedengkot di PSMS. Selentingan nasib PSMS bergantung hasil Pilkada Kota Medan selalu mewarnai.

Itulah sebuah pandangan yang sudah tertanam dari belasan tahun lalu. Akibatnya, sulit mengantungi harapan PSMS bisa bangkit kembali. Apalagi saat ini bermain di level Divisi Utama. Sebuah fakta tambahan yang menyatakan tidak akan ada lagi calon bintang dari PSMS. Sebuah kondisi yang memiriskan hati kita pencinta Ayam Kinantan. Padahal sebelum proses verifikasi, Stadion memberikan efek yang luar biasa. Skuad Merah Putih bermaterikan pemain yang berasal dari Medan. “Kalau waktu dulu main di Medan, bulu kita sudah merinding diluan sebelum bertanding,” kata Rudi Keltjes, pelatih yang pernah merasakan kerasnya atmosfer di Stadion Teladan. Lantas, bagaimana cara mengembalikan kebesaran itu?

Orang-orang selalu mencanangkan program pembinaan. Namun selain itu, ada faktor lain yang sangat menentukan dan sudah terbukti menjadi ikon penting. Infrakstruktur adalah menjadi pendorong utama melahirkan kembali pemain berbakat. Membangun stadion baru atau merenovasi Stadion Teladan memang harus segera dilakukan. Sejarah PSMS puluhan tahun lalu menegaskan, Stadion yang representative melahirkan pemain bintang.. Saat itu Stadion Teladan memberikan efek luar biasa bagi Kota Medan. Membangun atau merenovasi Stadion Teladan adalah hal yang bisa mengangkat moral pemain untuk bergairah naik ke Indonesia Super League (ISL).

Jembatan Oresund Bridge dan Kualanamu.
Kota Medan dan kabupaten Deliserdang tidak terlalu jauh jaraknya. Paling lama dengan 60 menit, bisa saling mengunjungi kotanya masing-masing. Keduanya juga sama-sama memiliki klub professional di Divisi Utama. Medan dengan PSMS, Deliserdang dengan PSDS. Apakah memiliki satu Stadion yang layak tetap tidak menjadi mungkin?

Sebuah niat baik untuk maju dilakukan Denmark dan Swedia. Dua Negara yang dipisahkan oleh selat Oresund membangun sebuah jembatan bersama bernama Oresund Bridge. Kini dua kota metropolitan, Malmo di Swedia dan Copenhagen di Denmark semakin pesat dalam perekonomian. Pembangunan jembatan dianggap sukses. Pembangunan jembatan dengan sepanjang 16 km, dianggap sebuah impestasi yang dapat memajukan negaranya. Begitu juga dengan pembangunan bandara baru pengganti Polonia Medan. Pertanyannya, kenapa harus dipindahkan ke Kualanamu?

Jumlah arus penumpang yang kian membludak, badan pesawat yang semakin besar serta menghindari kecelakaan, menjadi alasan yang tepat bandara yang layak dibangun. Alasan itu menjadi hal yang wajar untuk segera mendapatkan infrastruktur bandara yang layak. Dengan desain sekelas Bandara Internasional, kereta api tujuan Bandara Kualanamu direncanakan akan dioperasikan. Bagaimana dengan Stadion?

Sepakbola juga akan terus mengalami kemajuan. Ribuan anak-anak dari Sumatera Utara tetap bercita-cita menjadi pemain bola. Di satu sisi lagi, dalam jumlah yang sama juga merindukan tontonan yang menarik tersebut. Sepakbola itu tidak pernah mati, selalu beregenerasi. Dengan infrakstruktur stadion yang layak, menghasilkan makna kepuasan. Melahirkan sebuah permainan yang menarik dan nyaman. Selain itu juga mampu meminimalisir tingkat benturan atau cedera pemain.

Selain menjadi sebuah entertaint, stadion yang layak menjadikan ajang beredukasi. Rumput yang berkualias melahirkan permainan yang punya identitas. Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, masih belum memilikinya. Soal Stadion kalah dengan kabupaten di daerah lain, seperti Madiun dan Cirebon atau juga Sleman. Tidak memiliki klub professional, mereka memiliki Stadion yang lebih baik dari Stadion Teladan.

Berpikir Positif Soal Verifikasi
Awal ISL akan dimulai, Stadion Teladan dinyatakan tak lolos verifikasi oleh BLI. Lantas kita selalu membandingkan dengan Stadion lain yang lebih buruk dari Stadion Teladan. Bagaimana dengan Stadion Pendidikan Persiwa di Wamena? Atau Stadion lainnya yang buruk. Pertanyaan itu selalu dihembuskan.

Untuk menjadi lebih baik, jangan membandingkan dengan yang terburuk. Bila ingin maju, membandingkan Stadion yang ada di Kabupaten Wamena bukan solusi. Kita tidak akan menemukan solusi yang brilian dari sana. Terlebih untuk memajukan atau melahirkan pemain sepakbola baru berkualitas dari Medan. Begitu juga dengan cara pikir negativ soal verifikasi yang dilakukan oleh BLI. Menyatakan ada tindakan tidak fair dalam memverifikasi stadion – stadion di Indonesia. Mari berpikir positif, seberapa pentingkah verifikasi itu.

Verifikasi itu bertujuan menyatakan pantas atau tidaknya menjadi tempat pertandingan, khususnya di Indonesiaa Super League (ISL). Penonton bisa menonton dengan nyaman, pemain bisa menunjukan kualitasnya. “Dengan rumput yang bagus, akan kelihatan siapa pemain yang tidak memiliki teknik,” kata Liestiadi, asisten pelatih di Arema Malang. Jika verifikasi itu benar-benar dilaksanakan, akan ada nilai positif dari sana. Sepakbola menjadi menarik. Selain itu, keselamatan 22 pemain yang berlari di lapangan semakin terjamin.

Lihat kenapa gelaran FIFA World Cup atau Piala Dunia lebih dinanti daripada ISL? Padahal, ISL adalah karya sepakbola anak negeri. Kuatnya pesona menjadi alasan utama. Gawean tersebut tak saja menjadi show yang sangat industrialistis. Tapi menjadi ajang pamer seni dan teknik bertanding yang mengundang rasa kagum luar biasa. Itulah salah satu hasil karya pertandingan dengan infrakstruktur yang layak. Sama halnya ketika Stadion Teladan dipenuhi ribuan penonton saat PSMS memperkenalkan permainan rap-rap. Atau juga tendangan pisang Parlin Siagian hingga Marah Halim Cup, dimana sebuah waktu sebelum verfifikasi Stadion diberlakukan.

Demi masa jaya PSMS, siapa pun itu harus berperan jujur dan tulus. Apakah Pemerintah Daerah (pemda), pengusaha hingga masyarakat, harus memiliki komitmen sejati. Selain sebuah impestasi, membangunan atau meronvasi Stadion salah satu cara mengembalikan masa emas PSMS. Faktor financial memang menjadi kendala besar. APBD tak kunjung turun untuk menerenovasi secara keseluruhan stadion dengan berkapasitas 20.000 penonton ini.

Memberanian mencalonkan diri sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON), bisa dijadikan salah satu alternatif mendapatkan stadion yang reprensentatif. Mari perduli dengan keberadan Ayam Kinantan. Jangan biarkan PSMS berhenti berkarya di Stadion Teladan. (


Teroris mengenal PSMS?